Stuck

Saya bukan penulis -belum, sudah berhenti, baru mulai lagi. Yah begitulah ….

Singkat cerita, saya #kembalimenulis sejak akhir tahun lalu (2021). Setelah sebelumnya 10 tahun vakum menulis. Yeah, menyedihkan, ya. Tapi sudahlah, intinya saya ingin kembali mencoba untuk bisa menemukan diri saya dalam dunia literasi yang (masih) saling sengkarut (tidak lebih baik, mungkin lebih kompleks ketimbang 10 tahun lalu).

Selama kurang lebih enam bulan terakhir, saya mengambil banyak kelas menulis yang diampu oleh penulis-penulis kenamaan tanah air. Sebut saja Mba Dee Lestari yang tulisannya masih tetep hits sampai sekarang sampai yang nyastra dengan Mas Seno Gumira, Mba Ayu Utami, dan Bang Benny Arnas. Beberapa kelas menulis singkat dengan duo sister Bunda Helvy dan Bunda Asma Nadia juga pernah saya ikuti. Ada juga short courses dengan beberapa penulis kawakan lainnya. Saya juga ikut komunitas-komunitas menulis, dan (finally) punya cliche yg isinya penulis-penulis muda berbakat.

Yang mau saya sambat hari ini adalah … saya mengalami stuck, bukan blocked/hambatan ya, karena saya bukan -belum bisa menyebut diri saya sebagai seorang, penulis. Jadi saya menyebut ini sebagai STUCK.

Dari sejumlah kelas-kelas yang saya ikuti 6 bulan terakhir ini, memang ada yang menghasilkan karya. Sejauh ini, saya sudah menghasilkan dua novel dan satu cerpen yang menjadi 10 cerpen terbaik dari ajang lomba. Sisanya saya hanya mendaur ulang cerpen-cerpen saya 10 tahun yang lalu. Satu novel yang sudah tayang pun sebetulnya adalah rewrite dari naskah belasan tahun lalu.

Yang saya hadapi sekarang, saya kesulitan untuk merampungkan tulisan. Saya memang sudah merancang beberapa outline, saya juga membeli buku-buku untuk riset dan referensi, but whe it comes to write, saya blank! blank! saya menatap layar putih laptop dan mengetik hal-hal yang tidak berkaitan sama sekali. random things! sebab itu saya kembali ke blog ini. heheu.

kelas-kelas menulis yang saya ikuti memang banyak membuka wawasan saya dan menambah ilmu kepenulisan. Belasan tahun lalu, saya selalu menulis dengan intuisi, membebaskan diri dari semua kungkungan. Tapi di kelas2 kemarin saya belajar struktur, model alur, teknik2, dan hal-hal esensial dalam menulis yang selama ini saya abaikan. Thus, dengan sendirinya saya menjadi kritis pada bacaan, dan terutama tulisan saya sendiri.

Seringkali saya menemukan diri saya menulis sambil mengedit, yang itu sebaiknya tidak dilakukan. Seperti yang saya lakukan saat ini. Saya sering menghapus typo2, memperbaiki kalimat, dan meralat gagasan saya. Memperbaiki tulisan saya yang bahkan belum jadi. Sekali lagi. Itu seharusnya tidak saya lakukan!

Namun, dengan banyaknya ilmu yang masuk di kepala saya, saya jadi punya standar yang terlalu tinggi, pada tulisan saya sendiri. Saya jadi takut untuk menulis, karena takut tulisan itu jelek.

Padahal saya tahu, tulisan jelek itu wajar. Karena tulisan jelek masih bisa diperbaiki. Yang fatal itu kalau tidak ada tulisan yang dihasilkan. Apa yang bisa diperbaiki dari sesuatu yang tidak pernah ada?

Okey, saya rasa saat ini saya berada di fase, saya tidak boleh lagi jadi deadliner! karena saya perlu waktu lebih untuk mengendapkan dan memperbaiki tulisan saya. Itu sebabnya, ketika saya menulis mepet deadline, saya jadi stuck!

Damn! itu dia JAWABANNYA.

hehe, benar dugaan saya

dengan menuliskannya, saya bisa menemukan jawabannya. bukankah itu yang terjadi pada tulisan2 terapeutik saya di blog Opera dulu? hahaha funny isnt?

Penulis: hildafattah

aku adalah pemimpi, pecinta kehidupan dan pengelana jiwa

Tinggalkan komentar